Sore hari kelabu ini membawa
pikiranku terhanyut ke sebuah masa dimana sepertinya tidak ada beban sama
sekali dalam hidup, yaitu masa kecilku. Aku teringat di masa itu tak jarang apa
yang aku inginkan, kemudian dikabulkan. Aku merasakan kasih sayang yang tulus
dari orang-orang di sekitarku, termasuk dari seorang paman yang sangat baik
hati.
Pamanku ini suka mengajariku
berbagai macam hal. Ia pernah mengajariku cara menggunakan sebuah mainan yang
sedang digemari pada masa itu, yaitu game
boy. Paman juga pernah mengajariku cara mengendarai sepeda roda empat. Saat
menaiki sepeda dan mencoba untuk menggoesnya, aku merasa ketakutan. Namun paman
dengan baiknya, memegangi dan menjagaku dari belakang, hingga akhirnya aku bisa
mengendarai sepeda tersebut sendirian.
Aku juga memiliki seorang kakak
laki-laki dalam hidupku, semasa kecil aku dan dia sering sekali tidak rukun
karena meributkan hal-hal sepele. Suatu ketika kakakku sedang bermain lego, dan
aku sangat ingin memainkannya. Namun ia tidak mengizinkanku untuk menyentuhnya,
aku pun menangis karena hal itu. Tiba-tiba pamanku datang menghampiri kami, ia berusaha
untuk menenangkan aku hingga tangisku reda. Paman dapat membujuk kakak hingga
aku bisa bermain bersama dengannya. Paman juga ikut bermain bersama kami, dan
ia berhasil membangun sebuah kastil kecil yang indah dari susunan lego
tersebut.
Aku sangat menyayangi pamanku yang
satu ini, ia selalu bisa membuatku bahagia saat bersamanya. Ada satu hal
kebiasaan paman yang sangat aku rindukan, yaitu mengusap-usap kepalaku. Saat
ada orang lain yang melakukan hal itu padaku, aku pasti akan langsung teringat
kepadanya.
Suatu ketika, orang tuaku berencana
untuk membuat sebuah perayaan kecil hari ulang tahunku, dengan mengundang
teman-teman dan keluarga. Aku sangat senang mendengar hal tersebut, pasalnya
ini adalah kali pertama hari kelahiranku akan dirayakan. Biasanya saat hari
ulang tahunku, ibu hanya membuat nasi kuning untuk keluarga kecilku, dan kami
semua berdo’a bersama untukku.
Meskipun hanya perayaan
kecil-kecilan, orang tuaku sudah mempersiapkan semua keperluan acaranya dari
jauh-jauh hari sebelum hari-H. Mulai dari mencari baju yang akan aku kenakan nanti,
mencatat siapa saja yang akan diundang, hingga memesan kue ulang tahun dan
souvenir bagi para undangan, sudah mereka rencanakan semuanya.
Pamanku yang baik hati itu juga
mengetahui rencana perayaan ulang tahunku ini. Aku ingat saat itu aku sedang menonton
televisi, paman tiba-tiba menghampiriku dan bertannya, “Irin mau kado apa pas
ulang tahun nanti?”. Aku pun menjawab dengan singkat, “Cokelat koin!”. Ketika
itu aku memang sangat menyukai cokelat berbentuk koin yang dikemas dalam kotak
persegi panjang itu. Pamanku kemudian berkata sambil tersenyum, “Nanti om
beliin yah!”. Aku sangat senang mendengar akan mendapatkan sesuatu yang jarang
aku dapatkan pada waktu itu, dan aku pun tak lupa meminta paman untuk hadir di
acara yang dibuat untukku itu.
Hari yang dinantikan pun akhirnya
datang juga, sembilan belas oktober hari ulang tahunku. Semua undangan datang
dengan membawa ucapan dan kado untukku. Bahkan keluarga yang tinggal di luar
kota pun menyempatkan diri untuk hadir. Aku merasa bahagia sore itu, namun
semua itu tak lengkap rasanya, karena paman yang aku sayangi tak datang di hari
itu. Ia dan cokelat koin yang dijanjikannya untukku tidak akan pernah datang,
karena Tuhan telah memanggilnya, begitulah yanng ibuku katakan.
Aku tak ingat kapan tepatnya paman
pergi meninggalkan kami semua, mungkin sekitar tiga atau empat minggu sebelum
hari ulang tahunku. Terakhir kali aku melihatnya, dia sudah terbujur kaku
dengan balutan kain putih yang menutupi seluruh tubuhnya. Meskipun terlihat
menyeramkan, namun aku tidak takut untuk melihatnya. Wajah paman terlihat
berseri dengan senyum khasnya yang masih ku ingat sampai saat ini. Senyum
ketulusannya yang membuat orang-orang di sekitarnya termasuk aku, menjadi
bahagia karenanya. Di saat hari kepergiannya itu, aku ingat banyak sekali orang
yang datang untuk melayat dan merasa haru karena kepergian paman. Hal ini
membuktikan bahwa bukan hanya kami keluarganya yang pernah ia taburi dengan
kebahagiaan, tapi juga mereka yang mengenalnya.
Waktu itu aku tidak mengerti mengapa
keadaan pamanku terbaring kaku dengan dibalut kain putih seperti itu. Saat aku
bertanya kepada ibuku tentang keadaan paman, ia hanya menjawab bahwa tugas
paman di dunia ini sudah selesai, dan Tuhan telah memanggilnya.
Setelah beranjak remaja, aku baru
mengetahui bahwa kepergian paman disebabkan oleh penyakit gagal ginjal yang
dideritanya. Suatu hari ibuku pernah bercerita kepadaku bahwa paman jarang
sekali meminum air putih. Saat merasa kehausan, paman malah lebih suka untuk
mengulumi es batu. Mungkin inilah salah satu penyebab dari penyakit yang
dideritanya itu. Ibu juga mengatakan betapa tidak teganya ia dan keluarga yang
lain melihat keadaan paman saat rasa sakit yang dideritanya kambuh dan saat ia
harus melakukan cuci darah. Menurut ibu, saat paman dirawat di rumah sakit, aku
sering diajaknya untuk menemani paman. Tapi entah mengapa aku tak ingat sama
sekali akan hal itu.
Nenekku juga pernah bercerita
kepadaku tentang saat sebelum kepergian paman. Ketika terbaring di tempat tidur
rumah sakit, paman berkata kepada nenek bahwa ada seseorang yang mengucapkan
kata Assalamu’alaikum, namun tak seorangpun yang ada di ruangan itu
mendengarnya. Tak lama setelah itu, paman pun menemui azalnya dengan tenang.
Dari cerita nenekku itu, aku sangat yakin bahwa Tuhan telah menjemput pamanku
dengan cara yang baik, dan saat ini ia berada di tempat yang baik pula di
sisi-Nya.
Pamanku dan cokelat koin yang
dijanjikannya sebagai kado ulang tahun, menyadarkanku akan kehendak yang
dimiliki Tuhan. Tuhan tidak mengabulkan keinginanku untuk mendapatkan cokelat
koin dan kehadiran paman di hari specialku. Tapi Tuhan selalu punya rencana di
balik rencana. Aku yakin Tuhan memanggil pamanku karena sayang kepadanya. Tuhan
tidak membiarkan paman merasakan rasa sakitnya lebih lama lagi. Aku hanya bisa
berdo’a, suatu saat nanti aku dan keluargaku akan kembali berkumpul bersama
dengan paman di suatu tempat yang indah, di alam keabadian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar