Senin, 02 November 2015

Ilmu Budaya Dasar

Paper 6       : Cerpen tentang Manusia dan Kasih Sayang


Minie

Namaku Tami, hari ini aku dan sahabatku, Mala sedang menyusuri sebuah kebun  yang berada di belakang rumah kami. Hampir setiap pulang sekolah kami selalu kesini.  Dedaunan pohon yang rindang, angin yang bertiup kencang, dan kupu-kupu yang berterbangan dengan bebas membuat kami betah. Biasanya kami akan tidur siang dibawah pohon jambu milik kakeknya Mala. Sambil bercanda dan bercerita tentang kejadian-kejadian lucu yang pernah kami alami. Terkadang saat kami lapar, Mala akan memanjat pohon jambu kakeknya dan memetik beberapa buah untuk kami. Walaupun aku takut dengan aksi Mala, tapi aku tetap membantu menangkap jambu-jambu yang dilempar Mala dari atas.
Saat kami sedang asyik memakan buah jambu tiba-tiba aku melihat seekor anak kucing yang sedang mengintip kami dari belakang pohon. “Mal, itu kucing siapa?” tanyaku heran “Gatau Mi, coba samperin yuk.” Dengan langkah penasaran, aku dan Mala menghampiri anak kucing tersebut. Tetapi sebelum kami menemukannya, kucing kecil itu lari ke dalam kebun. “Yahhh kucingnya lari Mal. Padahal aku penasaran.” “Aku juga Mi, besok cari lagi yuk. Siapa tau kucingnya balik ke sini lagi.”
Keesokan harinya, aku dan Mala kembali lagi ke kebun. Kali ini tujuan kami bukan untuk tidur siang atau memetik buah jambu. Kami akan kembali mencari anak kucing yang mengintip kami kemarin. Kami sudah mengelilingi kebun sebanyak tiga kali. Tetapi kucing itu tidak ada. Aku dan Mala mulai merasa lelah. Akhinya kami bersender pada pohon jambu sambil meminum sebotol air yang kami bawa. “Kayaknya kucingnya udah pergi jauh deh Mal.” “Hmm iya ya. Ga mungkin dia balik lagi kesini.”
“Miiaaaww..”
“Eh eh kamu denger gak ada suara anak kucing tadi?” “Aku denger banget Mal.” Secara perlahan kami mencarai asal suara tersebut. Dan akhirnya aku dan Mala melihat kucing kecil itu dengan jelas. Dia sedang menggaruk badan dengan kakinya. Warnanya putih bersih, ekornya kecil, dan matanya yang berwarna kuning membuat kami gemas melihatnya.
Aku mengeluarkan snack ikan yang sudah siapkan tadi. Lalu aku mencoba untuk memanggilnya “Puss.. ckckck pusss..” dengan kemampuan mencium yang tinggi, anak kucing itu menoleh kearahku dan langsung berlari untuk memakan snack ikan tersebut. Aku dan Mala sangat senang karna kami berhasil membuat dia menghampiri kami. “Kucing ini lucu banget Mi, aku suka deh” “Aku juga suka banget Mal.” “Kasih nama apa ya yang bagus?” kataku sambil berfikir. “Gimana kalau Putih? Bulunya kan putih bersih Mi.” “Kayanya kurang bagus deh Mal.” “Hmmm gimana kalau Belo? Matanya kan lucu banget Mi belo gitu” “Boleh-boleh tapi cari lagi deh Mal.” “Ahh aku tau. Kita kasih nama Minie aja. Kan badannya kecil imut gitu.” “Bagus tuh. Oke nama kamu sekarang Minie yaaa” kataku sambil mengelus lembut kepalanya. Lalu kami menhabiskan sore hari itu dengan Minie.
Setiap hari aku dan Mala ingin cepat-cepat pulang sekolah dan pergi ke kebun untuk bermain dengan Minie. Mengelilingi kebun, bermain lompat tali,sampai  memanjat pohon jambu, kami lakukan bersama Minie. Sekarang Minie sudah tumbuh besar dan tidak pemalu lagi. Aku dan Mala sangat menyayangi Minie.
Tetapi pada suatu hari, saat kami ke kebun Mini tidak muncul. Aku dan Mala sudah mengelilingi kebun dan memancing dengan snack ikan kesukaannya. Tapi Mini tidak kunjung datang. Kami tetap mencari Minie di sekitar kebun setiap hari selama seminggu, tetapi hasilnya nihil. “Aku sedih Mal Minie udah ga pernah main bareng kita lagi.” “Aku juga Mi, aku kangen sama Minie.”

            Kami berharap alasan Minie tidak pernah muncul lagi karena sudah ditemukan oleh pemiliknya. Tetapi kenangan kami bersama Minie tidak akan pernah kami lupakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar